(Desembri, SH, MA, CPrM, CPM, CPA, CPC, CPArb, CAM) |
Sagonews.com -
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ
Mengawali khutbah ini, marilah kita bersama-sama memperkuat diri untuk senantiasa menjadi hamba-hamba yang penuh rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kesyukuran adalah tanda keimanan yang paling mulia, yang menyinari hati kita dengan cahaya ketenteraman dan kedamaian. Dalam setiap detak jantung dan hembusan nafas, dalam setiap ayunan tangan dan langkah kaki, kita diingatkan akan luasnya rahmat Allah yang senantiasa melingkupi hidup kita, meski terkadang tak kita sadari sepenuhnya.
Selain itu, mari kita tanamkan dalam jiwa kita rasa cinta yang mendalam kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, dengan senantiasa memperbanyak shalawat kepada beliau. Shalawat bukan hanya sekadar ibadah lisan, tetapi juga simbol kecintaan dan penghormatan kita kepada Nabi yang telah membawa cahaya Islam ke dunia ini. Dengan terus memperbanyak shalawat, kita berharap mendapat syafaat beliau di hari kiamat kelak dan tergolong sebagai ummat yang setia mengikuti jejak langkahnya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Hadirin jama'ah Jum'at yang terhormat.
Rasulullah SAW merupakan teladan utama dalam kepemimpinan, mulai dari lingkup terkecil sebagai kepala keluarga, hingga menjadi pemimpin bagi kaumnya, dan pada akhirnya, beliau adalah pemimpin umat Islam di seluruh dunia. Kepemimpinan Rasulullah tidak terbatas pada umat Islam semata, melainkan seharusnya menjadi contoh bagi seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an :
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَا نَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَا لْيَوْمَ الْاٰ خِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al-Ahzab: 21).
Jama'ah sekalian yang terhormat.
Selama masa kepemimpinannya, Rasulullah SAW menampilkan sosok pemimpin yang mulia dan luar biasa. Beliau adalah pemimpin yang sabar dan tabah dalam menghadapi berbagai ujian, selalu menunjukkan kebijaksanaan dan pandangan jauh ke depan dalam setiap keputusan yang diambil. Salah satu peristiwa yang menggambarkan betapa tingginya tingkat kesabaran Nabi Muhammad SAW adalah ketika beliau dan para pengikutnya mengalami perlakuan kejam dari penduduk Thaif.
Waktu itu, setelah wafatnya istri beliau, Khadijah, dan paman beliau, Abu Thalib, yang selama ini menjadi pelindung dan pendukung utama dakwah Rasulullah SAW, tekanan terhadap beliau di Makkah semakin berat. Untuk mencari perlindungan dan tempat baru sekaligus untuk menyebarkan ajaran Islam, Rasulullah SAW pergi ke Thaif, sebuah kota yang terletak sekitar 60 kilometer dari Makkah.
Namun, alih-alih mendapatkan sambutan yang baik, penduduk Thaif menolak dakwah beliau dengan sangat kasar. Para pemuka kota bukan hanya menolak ajakan beliau untuk memeluk Islam, tetapi juga menghasut masyarakat untuk menyerang beliau. Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah, yang menemani beliau, dilempari batu oleh penduduk Thaif hingga tubuh beliau terluka dan berdarah. Meskipun begitu, Rasulullah SAW tetap sabar dan tidak membalas perlakuan tersebut. Bahkan, ketika malaikat Jibril datang menawarkan untuk menghancurkan penduduk Thaif dengan menghimpit mereka di antara dua gunung, Rasulullah SAW dengan penuh kesabaran menolak tawaran itu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Tidak, namun aku berharap supaya Allah melahirkan dari anak keturunan mereka ada orang-orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua.” (HR. Bukhari, no. 3231 dan Muslim, no. 1795)
Hadirin jama'ah Jum'at Rahimakumullah
Sebagai seorang pemimpin, Rasulullah SAW juga dikenal karena kelembutan dan kasih sayangnya terhadap orang-orang di sekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari, beliau senantiasa menebarkan kasih sayang kepada keluarga, sahabat, dan para pengikutnya bahkan kepada orang-orang yang membencinya.
Dalam suatu periode waktu, ada seorang Yahudi yang sangat membenci Nabi Muhammad SAW. Setiap hari ketika Nabi Muhammad SAW lewat di depannya, orang Yahudi itu selalu meludahi beliau sebagai bentuk penghinaan. Nabi Muhammad SAW, dengan penuh kesabaran dan ketenangan, tidak pernah membalas atau marah atas perlakuan tersebut. Beliau hanya mengusap ludah itu dan melanjutkan perjalanan.
Suatu hari, ketika Nabi Muhammad SAW berjalan melewati tempat orang tersebut, beliau tidak mendapati orang itu di sana. Rasulullah SAW merasa heran dan bertanya kepada orang-orang di sekitarnya tentang keberadaan orang tersebut. Mereka memberitahu bahwa orang Yahudi itu sedang sakit. Mendengar kabar ini, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk menjenguknya.
Saat Nabi Muhammad SAW tiba di rumah orang tersebut, dia terkejut melihat Nabi datang untuk menjenguknya, meskipun dia selalu meludahi beliau setiap hari. Nabi Muhammad SAW dengan lembut berbicara kepadanya dan menanyakan tentang kesehatannya, serta mengharapkan kesembuhannya. Orang Yahudi tersebut akhirnya masuk Islam. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur'an,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَا نْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu." (QS. Ali Imran: 159).
Dalam sebuah haditsnya, beliau mengatakan :
قَالَ خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ
"Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka yang mencintai kalian dan kalian mencintai mereka; mereka yang mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka." (HR. Muslim).
Namun demikian, kelembutan Rasulullah SAW tidak berarti bahwa beliau lemah. Sebaliknya, beliau juga dikenal sebagai sosok yang perkasa di medan perang, selalu memimpin pasukannya dengan penuh keberanian dan ketegasan.
Hadirin jama'ah Jum'at yang mulia.
Selain itu, keadilan Rasulullah SAW dalam menegakkan hukum juga menjadi salah satu aspek kepemimpinannya yang patut dicontoh. Beliau tidak pernah memihak kepada siapapun dalam menegakkan keadilan, sekalipun kepada kerabat terdekatnya. Hal ini tercermin dalam sabda beliau,
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
“Sesungguhnya orang-orang Quraisy mengkhawatirkan keadaan (nasib) wanita dari bani Makhzumiyyah yang (kedapatan) mencuri. Mereka berkata, ‘Siapa yang bisa melobi rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Mereka pun menjawab, ‘Tidak ada yang berani kecuali Usamah bin Zaid yang dicintai oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Maka Usamah pun berkata (melobi) rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk meringankan atau membebaskan si wanita tersebut dari hukuman potong tangan). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, ‘Apakah Engkau memberi syafa’at (pertolongan) berkaitan dengan hukum Allah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdiri dan berkhutbah,
فَقَالَ: «أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا»
‘Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kepemimpinan Rasulullah SAW yang penuh dengan kesabaran, kelembutan, keberanian, dan keadilan seharusnya menjadi panutan bagi setiap pemimpin di segala bidang kehidupan. Beliau adalah contoh nyata bagaimana seorang pemimpin seharusnya mengelola dan memimpin umatnya dengan kebijaksanaan dan keadilan. Sebagaimana pendapat Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah, "Kepemimpinan adalah tanggung jawab, bukan sekadar hak istimewa. Seorang pemimpin harus adil dan bijaksana, serta memegang teguh nilai-nilai moral dan agama dalam setiap tindakannya." Ini adalah warisan besar yang ditinggalkan oleh Rasulullah SAW bagi umat manusia.
Hadirin jama'ah Jum'at yang terhormat.
Menjadi seorang pemimpin atau penguasa adalah amanah besar yang penuh dengan godaan dan ujian. Godaan tersebut bisa berupa keinginan untuk berkuasa sepanjang masa, ketakutan kehilangan jabatan, serta hasrat untuk mempertahankan kekuasaan dengan segala cara. Tidak jarang, pemimpin yang lemah dalam keimanan dan moralitas terperangkap dalam korupsi, nepotisme, dan tindakan otoriter demi mempertahankan kekuasaan. Ketika kekuasaan sudah menjadi tujuan utama, maka segala cara dihalalkan, termasuk mengutak-atik aturan dan merusak tatanan hukum demi kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya. Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa yang dipimpin oleh penguasa seperti ini cenderung jatuh dalam kehancuran dan kehilangan arah.
Godaan untuk memperpanjang kekuasaan sering kali membuat seorang pemimpin mengabaikan nilai-nilai moral dan etika. Ketakutan akan kehilangan jabatan memaksa mereka untuk melakukan segala hal, termasuk menyalahgunakan kekuasaan dan mengikis semangat demokrasi. Pemimpin semacam ini cenderung membangun rezim yang bertumpu pada nepotisme, di mana anak, menantu, ipar, dan besan dijadikan bagian dari struktur kekuasaannya. Ini bukan sekadar praktik yang merusak sistem pemerintahan, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap institusi negara. Dalam Islam, hal ini sangat dilarang, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
مَن وَلَّى رَجُلًا عَلَىٰ أَمْرٍ مِنْ أُمُورِ الْمُؤْمِنِينَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّ هُنَاكَ مَنْ هُوَ أَحَقُّ بِتَوَلِّي ذٰلِكَ الْأَمْرِ فَقَدْ خَانَ اللَّهَ، وَخَانَ رَسُولَهُ، وَفِي حَدِيثٍ آخَرَ قِيلَ: وَخَانَ الْمُؤْمِنِينَ.
"Barangsiapa yang diamanahkan untuk mengurusi urusan kaum Muslimin, lalu dia mengangkat seseorang karena nepotisme, padahal ada yang lebih layak dan lebih mampu, maka dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya, (dalam Hadits lain dikatakan) khianat terhadap orang-orang Muk’minin”. ( kaum Muslimin." (HR. Hakim).
Hadirin yang terhormat.
Ketika seorang pemimpin terjerumus dalam godaan kekuasaan, ia sering kali menjadi otoriter. Otoritarianisme muncul ketika pemimpin merasa bahwa kekuasaan adalah miliknya secara mutlak, sehingga ia merasa berhak untuk menekan siapa saja yang menentangnya. Kebebasan berpendapat dibungkam, hukum dijadikan alat kekuasaan, dan hak-hak rakyat diabaikan. Seorang pemimpin yang otoriter tidak lagi melihat dirinya sebagai pelayan masyarakat, tetapi sebagai penguasa yang harus ditaati tanpa syarat. Padahal, dalam ajaran Islam, kepemimpinan adalah tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, sebagaimana firman-Nya, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang pemimpin untuk berpegang teguh pada nilai-nilai moral, keimanan, dan ketakwaan. Tanpa landasan ini, seorang pemimpin akan mudah tergoda oleh kekuasaan dan menjadikannya sebagai alat untuk memenuhi ambisi pribadi. Sebaliknya, seorang pemimpin yang beriman dan bertakwa akan selalu mengingat bahwa kekuasaan adalah amanah yang harus dijalankan dengan adil dan penuh tanggung jawab. Ia akan menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan, serta menjalankan tugasnya dengan kejujuran dan integritas. Seorang pemimpin yang demikian akan membawa kebaikan dan keberkahan bagi bangsa dan negara.
Semoga bangsa Indonesia senantiasa dipimpin oleh pemimpin yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat, yang tidak tergoda oleh godaan kekuasaan dan harta. Pemimpin yang demikian akan membawa negara ini menuju kemajuan yang sejati, dengan menjunjung tinggi keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Sebagaimana diungkapkan oleh Bung Hatta, salah satu Proklamator Indonesia, "Kepemimpinan bukanlah tentang jabatan, tetapi tentang tanggung jawab. Seorang pemimpin harus rela berkorban untuk kepentingan rakyatnya." Hanya dengan kepemimpinan yang berlandaskan moral dan agama, bangsa ini akan terbebas dari kehancuran dan mencapai kemakmuran yang diridhoi oleh Allah SWT.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Sponsor : CV. Fahmi Karya www.fahmikarya.com