Tentang Menhir Maek


SagoNews.com - Menurut sejarawan Universitas Negeri Padang, Alm. Prof DR Mestika Zed, menhir adalah batu tunggal yang berdiri tegak di atas tanah dan berasal dari periode neolitikum. Periode neolitikum itu berada antara 6.000/4.000 SM sampai 2000 SM.

Di kenagarian Maek (Mahat) terletak di Kecamatan Bukit Barisan Kabupaten 50 Koto, 165 Km dari Padang, 45 Km di utara Payakumbuh, Sumatera Barat, terdapat situs menhir terbesar di Indonesia. Di sana terdapat 72 kelompok menhir dalam berbagai bentuk dan ukuran. Ada yang berbentuk kepala binatang, pedang atau tanduk dan diukir dengan pola-pola yang menarik. Setiap menhir selalu menghadap ke arah Gunung Sago (timur laut).

Menhir-menhir yang ditemukan di Nagari Mahat ini mirip dengan menhir-menhir yang ada di Irlandia, Inggris dan juga Perancis. Sumber Echopedian

Nagari Maek, terletak dikawasan lembah yang dikelilingi perbukitan dan dilintasi sungai besar yang dinamakan Batang Maek. Selain keindahan alam yang masih alami, di nagari yang luasnya 22 ha ini tersebar peninggalan purbakala seperti menhir, batu dakon, lumpang batu, punden berundak-undak, batu tapak, batu jejak ayam, balai-balai batu pembagian wilayah niniak luak limo puluah, masjid kuno dan pesanggrahan masa pemerintahan Hindia Belanda.

Menhir adalah peninggalan sejarah yang berupa batu. 72 kelompok menhir dalam berbagai bentuk dan ukuran dapat ditemui di Nagari Maek, ukuran terbesar 50 cm x 668 cm x 405 cm. Menhir adalah peninggalan sejarah berupa batu dan biasanya digunakan sebagai sarana pemujaan arwah nenek moyang oleh masyarakat pada zaman batu yang menganut paham animisme.

Menhir dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan tujuan penyembahan yang akan dilakukan. Untuk sampai ke situs purbakala ini dibutuhkan waktu 2 jam dengan menggunakan kendaraan pribadi dari kota Payakumbuh.

Pengunjung akan langsung sampai di perbukitan yang seolah-olah ditanami batu dengan berbagai ukuran. Lokasi ini terletak di Koto Tinggi Maek dan paling sering dikunjungi dan dijadikan objek penelitian oleh para arkeologis Indonesia maupun mancanegara. (Red)