Sajian Kopi Murni Rimbo Satumpak Dikala Senja




SagoNews.com - Panorama Rimbo Satumpak di Jorong Simaladuang, Nagari Sungai Kamuyang, Kecamatan Luak, Kabupaten Limapuluh Kota hadir dengan keunikannya. Terletak diperbatasan antara pemukiman masyarakat dengan bibir rimba gunung Sago, menawarkan pemandangan yang indah dengan menghadirkan bentang alam Kota Payakumbuh dan sekitarnya.

Mengunjungi Rimbo Satumpak kita menemukan sensasi tersendiri, rutenya jika dari Kota Payakumbuh, Sumatra Barat menuju arah Batang Tabik dari simpang empat Labuah Basilang. Lewat sedikit dari pemandiam batang tabik, kita belok kanan menuju Jorong Simaladuang, satu - satunya petunjuk jalan adalah plang merek SMPN 1 Kecamatan Luak. Menyusuri jalan mendaki dengan tekstur beraspal, sekitar 5 Kilometer dari simpang pertama tersebut kita akan menemukan gerbang "Tanah Ulayat."

Dari sana kita akan menemukan jalan mendaki, berbatu dan sesekali diselingi dengan jalan beton yang sudah pecah - pecah. Jalan tersebut dapat ditempuh dengan kendaraan roda 2 dan 4 dengan memakai prinsip ke hati - hatian. Penulis sendiri, hari ini, Minggu (19/07/2020) menuju Rimbo Satumpak dengan menggunakan sepeda motor metik, berboncengan dengan seorang teman bernama Weldi. 

Maksud hati adalah mencari tempat menepi yang jauh dari riuh hiruk pikuk kota yang mulai bising, selain itu juga ingin merasakan sensasi meminum kopi murni dari atas ketinggian 900 mdpl. Informasi keberadaan Rimbo Satumpak, penulis ketahui karena penulis sendiri juga mempunyai latar belakang penggiat kopi Situjuah, dengan brand Kopi Sago. Senada dengan itu, di daerah Sungai Kamuyang juga ada penggiat kopi dengan merek Kopi Luli.

Kopi yang digunakan oleh Rimbo Satumpak adalah hasil olahan dari Kopi Luli tersebut, jenisnya robusta, rasanya nikmat bahkan tanpa gula sekali pun. Apalagi ditambah dengan sambutan ramah oleh Pak Je, pengelola Rimbo Satumpak tersebut. "Disini tersedia kopi murni," akunya kepada penulis sambil menata letak motor beberapa pengunjung lainnya. Selain mengelola kedai kopi Rimbo Satumpak, tempat Pak Je juga dijadikan tempat parkir oleh pengunjung yang ingin menikmati pemandangan dari ketinggian 900 mdpl gunung Sago.

Selang beberapa menit menikmati hawa sejuk pegunungan, kami memesan kopi robusta murni buatan Pak Je. Disajikannya dengan gula terpisah, ala cafe di kota - kota. Aduhai rasanya, nikmat dan melegakan tenggorokan. Penilaian kopi buatan Pak Je adalah specialty, mendekati excellent. Demikian kalau penulis menilai rasa kopi buatan Pak Je. Kopi robusta di sepanjang gunung Sago, memang terkenal dengan rasa yang bersih (clean - red) dan mengandung rasa jeruk dan aren. 

Tak cukup hanya mengopi, berkunjung ke kampung - kampung rasanya tak cukup bila tak bercerita dengan masyarakat setempat. Kali ini objeknya adalah Pak Je sendiri, beliau bernama asli Jasril, umurnya 51 tahun. Orangnya ramah dan terbuka, sehingga enak diajak bercerita. Ia baru memulai usahanya 8 bulan ini, sehingga Rimbo Satumpak bisa disebut adalah usaha rintisan. Belum ada merek dan spot - spot foto ala kekinian, namun kata Pak Je dirinya akan berusaha seiring waktu menyajikan fasilitas wisata yang dibutuhkan saat sekarang ini.

Bahkan sebutnya, "di belakang kedai ini, jika dibersihkan nanti akan terlihat hamparan BPTU Padang Mangateh atau yang lebih dikenal dengan New Zealand Indonesia itu," sebutnya. Tak hayal jika di usia senjanya, wajah Pak Je masih memancarkan aura semangat dan terlihat raut bahagianya.

Sebenarnya pekerjaan utama Pak Je adalah bertani, namun karena kebutuhan pariwisata saat ini, ia membuka kedai kopi Rimbo Satumpak tersebut. Baginya mencari penghasilan dengan tetap menjaga alam adalah keharusan, ia membangun Rimbo Satumpak dengan perlahan. Namun bukankah itu yang disebut dengan elegan?

Mengelola pariwisata memang tak bisa tergesa - gesa dan semena - mena. Kesan itu lah yang penulis temukan di Rimbo Satumpak. Pak Je sangat terlihat hati - hati dalam membangun, apalagi untuk mengundang investor asing. Menurutnya, alam harus dikelola oleh penduduk lokal dengan tetap mempertahankan kearifan lokal. Kendati demikian, ia tak menutup diri untuk dibantu oleh pemerintah nagari Sungai Kamuyang, maupun pemerintah daerah Kabupaten Limapuluh Kota.

Sebab tanah yang dikelolanya merupakan tanah ulayat, yang telah diperuntukkan oleh pemerintah nagari untuk dikelola. Maka dari itu, mengelolanya harus dengan penuh hati - hati dan menjaga kearifan budaya lokal di Sungai Kamuyang. Sehingga, sekarang baru dapat kita temukan tempat parkir kendaraan roda 2, kedai kopi dan pemandangan alam yang indah di ujung Tanah Ulayat Nagari Sungai Kamuyang tersebut. 

Meskipun begitu, tak tertutup kemungkinan jika di tahun - tahun mendatang akan kita jumpai tempat - tempat penginapan. Sarana - sarana pariwisata seperti out bond dan tentunya spot foto ala kekinian tersebut. Terakhir sebelum kami berbalik, diiringi suara azan dan pemandangan matahari akan segera terbenam (sun set), Pak Je berpesan jika nanti berkeinginan untuk berkemah atau sekedar makan - makan bersama keluarga atau kolega, dapat menghubungi dirinya. 

Bagi yang ingin berkunjung ke Rimbo Satumpak, dapat bertanya ke masyarakat setempat. Kawasan tersebut juga dikenal dengan Lakuak Nan Godang, dipenghujung tanah ulayat Jorong Simaladuang, Nagari Sungai Kamuyang.

(Fadli Riansyah)