Puisi Pekan Ini, Mengenang 72 Tahun Wafatnya Pahlawan Nasional Tan Malaka

Sepuluh Kosong Satu

Hari ini bahkan untuk menulis puisi saja kita ragu
Walau sepenggal dua penggal
Tak bisa lagi bicara ini itu
Hanya menelan luka di lidah yang kita bisa

Aturan yang berlaku hanyak untuknya
Bukan untukmu, apalagi untukku

Tangan - tangan menggapai hampa
Tengah malam anak - anak, orang tua dan lanjut usia tidur penuh igauan

Bila siang tiba mereka menjadi budak di tanah sendiri, atau menjadi lumpuh pada keadaan

Bangsa ini jalannya lambat sekali
Hal - hal kecil menjadi besar, dan
Hal - hal besar menjadi tak wajar. Keonaran penjaranya 6 tahun, sedangkan koruptor 3 tahun.

Koruptor sudah pasti salah, keonaran kadang masih wajar!

Apalah daya negeri yang terlanjur memproduksi ragam kata, namun jiwanya terbelenggu. Apalah daya anak muda bila hidup dalam cengkraman aturan - aturan.

Kehendak muda adalah merdeka, maka berikan!

Biarkan negeri ini dirusak oleh 10 pemuda daripada hancur oleh 1 orang tua. 

[Namun, pemuda adalah rakyat biasa - bukan mereka yang telah punya kuasa. Pemuda kaya ide, bebaskanlah.

Pengemis

Berkendara disepanjang pasar
Melihat pengemis berjejer di bawah terik matahari
Mereka menggantung ember dan harapan

Disela padatnya pasar
Tak ada tempat berhenti
Yang ada hanyalah dentuman nurani
Ingin memberi, tapi tak sampai hati

Bagaimana caranya memberi dengan tangan kiri
Sedang kita memiliki tangan kanan yang lebih mulia

Apakah karena pengemis tak bayar pajak
Makanya ia ditempatkan dimana dia suka
Tak ada aturan, yang ada hanyalah penggusuran demi penggusuran

Di sisi lain kota, manusia silver berjajar di lampu merah
Kreativitas mereka tak ada harga oleh mereka yang katanya pernah sekolah

Oo hal - hal kecil, mengapa kau tak diurus?

Sedangkan uang - uang kecil turut mereka pungut setiap hari

Teruntuk pengemis dan manusia silver tadi
Sejatinya anda dan mereka sama, 
sama - sama pengemis.

Ibrahim Dt. Tan Malaka


Datuk Tan

Datuk hanya bisa diam
Saat anak - kemenakan saling rebutan
Kekuasaan kini bagai rambutan
Jatuh berderai dihempas, tangan - tangan mereka lebih jahil daripada jahiliyah

Suara yang Datuk hembuskan, kabar yang Datuk siarkan. Kini memang telah dikerjakan oleh mereka yang berani mengambil untung dari orang dungu. 

Orang kita masih malas - malas baca buku
Sedang kapatilis telah menembus relung waktu

Datuk Tan!
Patungmu adalah lambang bisu
Kuburanmu adalah nafas semu
Sedang tulisanmu adalah peradaban ilmu

Hamba menyembah tuhan yang satu
Dengan segala ilmu, dengan semua guru dan dengan setiap buku.

Datuk Tan!
Kenangkan aku padamu, pada bukumu dan pada islammu


Fadli Riansyah
21/2/2021