TOLERANSI ATAU MASALAH BARU YANG MUNCULKAH

Oleh 
Alvia Rahmi
Sekretaris Bem KM Fakultas Pertanian



“ Toleransi keharusan dalam bermasyarakat, namun membuat kebijakan tanpa berfikir dewasa menimbulkan problematika”
Salah satu Negara dikawasan asia tenggara yang terdiri dari banyak pulau namun menjadi satu kesatuan Negara yakni Negara Indonesia, Indonesia dikenal dengan berbagai budaya, suku ,bahasa dan agama yang beragam yang menjadikan ciri khas tersendiri. Tak heran banyak wisatawan asing yang menjadikan indonesia sendiri sebagai negara tujuan, bagaimana bisa mengenal budaya dengan masyaraktnya yang ramah, warna wajah yang beragam dengan cara berbicara yang berbeda menjadikan daya unik tersendiri termasuk mengenai agama dan ibadah yang berbeda menjadikan cermin sebagai wadah toleransi sesama masyarakat dalam berbangsa.

 Pancasila sebagi ideologi indonesia mengajarkan kita untuk menjaga persatuan dan kesatuan  salah satunya dengan menghargai cara beribadah pada masing-masing agama yang ada.

Namun, beberapa waktu lalu masyarakat yang menganut agama islam Baru-baru ini dikejutkan dengan keluar surat edaran, nomor 05 tahun 2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Dalam surat edaran ini terkandung makna bahwasannya pengeras suara dimesjid untuk kegiatan ibadah agama islam mulai dibatasi  dari segi volume, waktu dan cakupan penyebaran suara dengan tujuan agar tidak terjadinya kegaduhan masyarakat yang bukan dari agama islam yang selanjutnya kita sebut non muslim, serta menghindari perpecahan antar warga yang islam dengan yang non islam padahal nyatanya fakta dalam lapangan selama ini tidak adanya gugatan atau masalah dari warga non muslim yang keberatan dengan suara adzan yang selalu berkumandang deras selama ini.

Tentu saja surat edaran ini banyak mengundang penolakan serta kritikan dari berbagai pihak, terlebih ketika Yaqut Cholil Qoumas selaku menteri agama mengklarifikasi mengenai surat ederan(SE) tersebut bahwasannya suara adzan yang dikumandangakan dengan keras lima kali dalam sehari akan mengganggu warga yang ada disekitar dan diakhir kalimat beliau menyederhanakan dengan melogikan permasalahan suara adzan ini dengan suara gonggongan anjing. Dalam klarifkasi tersebut beliau menyampaikan jika disekitar kita mendengar suara gonggongan anjing yang deras dari berbagai arah pasti akan terjadi kegaduhan terhadap diri kita sendiri seperti itu pula adzan yang dikumandangkan dengan keras yang disekitar kita terdapat warga yang tidak islam. padahal suara adzan memiliki makna yang luas dan menjadi panggilan untuk beribadah agama islam dan tidak layak bila disamakan dengan kegaduhan yang ditimbulkan oleh anjing.

Lagi dan lagi pucuk pemimpin atau biasa disebut pemerintah membuat aturan yang menuai banyak perselisihan dan menimbulkan kegaduhan dari warga, alih – alih dikhawatirkan kegaduhan antara masyarat dalam beragama namun malah yang terjadi kegaduhan masyarakat islam dengan pemerintah itu sendiri, terlebih menteri agama tersebut merupakan penganut agama islam. Pada akhirnya bisa dilihat yang terjadi adalah kegaduhan antara sesame penganut agama islam, jika ditinjau dimana sebelumnya tidak ada masyarakat non islam yang keberatan terhadap suara adzan yang berkumandang dengan deras, bahkan jika dilihat masyarakat non muslim menghargai suara azan tersebut salah satu contohnya memberhentikan suara – suara saat azan berkumandang, terkadang bahkan tidak membuat kebisingan atau hal lain yang mengganggu azan tersebut.  Tidak adanya perpecahan yang ditakukan terjadi bahkan selama ini toleransi beragama diindonesia tidak perlu diragukan.

Pancasila sebagai rumusan dan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengajarkan kita untuk menjaga persatuan dan kesatuan serta toleransi terhadap sesama bangsa namun malah tidak diamalkan oleh pemangku jabatan. Dimana beliau tidak menciptakan rasa toleransi bagi umat islam tapi malah menghadirkan problem masyarakat islam dengan pengaturan kumandang pemanggilan ibadah sholat, dan bahkan memperkeruh keadaan dengan membuat steatment yang mengibaratkan lantunan kumandang azan yang dengan bersaut dari berbagai penjuru arah seperti kegudahan yang ditimbulkan oleh gonggongan anjing. Hal ini lebih tepatnya dianggap kurang dewasa dalam menyikapi toleransi tersebut.

Tentunya hal ini menjadi dilema bagi masyarakat terkait hal tersebut, mengapa tidak ? Akibatnya menimbulkan pertanyaan yang membingungkan dari presfektif penganut agama islam. Sedemikian bermasalahnyakah suara kumandang azan dengan volume yang keras ? sehingga hal ini harus dibicarakan. Rasanya hal ini perlu kembali ditinjau jika tidak, dikhawatirkan akan semakin banyak tuntutan masyarakat dalam mengadakan kegiatan keagamaan yang akhirnya menghapus rasa toleransi itu sendiri.

Identitas penulis :
Nama : Alvia Rahmi
Mahasiswa : Program studi Proteksi Tanaman Universitas Andalas
Keorganisasian : Sekretaris Bem KM Fakultas Pertanian Universitas andalas