//DESEMBRI, SH, MA
(Kandidat Doktor Ilmu Syari'ah di UIN Bukittinggi)
SagoNews.com, Rabu 5 Juni 2024 -
Indonesia, sebagai negara kepulauan yang terletak di kawasan Cincin Api Pasifik, memiliki kerentanan geologis dan hidrologis yang tinggi terhadap bencana alam. Kondisi geografis ini menyebabkan Indonesia sering dilanda gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, dan tanah longsor. Selain itu, dampak dari perubahan iklim global turut berkontribusi terhadap frekuensi dan intensitas bencana. Fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan hujan lebat yang meningkat juga dapat memicu bencana alam tambahan seperti banjir bandang dan longsor. Akibatnya, Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks dalam hal mitigasi bencana dan pemulihan pascabencana.
Setiap kali bencana melanda, masyarakat Indonesia sering kali dihadapkan pada konsekuensi yang mengerikan, termasuk kehilangan nyawa, kerusakan infrastruktur, gangguan ekonomi, dan dampak sosial yang signifikan. Proses pemulihan bisa memakan waktu lama dan membutuhkan upaya besar, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Salah satu keuntungan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam menghadapi kesulitan dan kesedihan, baik itu kesulitan dan kesedihan yang menimpa individu tertentu, terlebih lagi jika itu adalah tersebab musibah atau bencana. Keuntungan dimaksud berupa aset sosial yang berharga yakni semangat gotong royong.
Gotong royong, yang secara harfiah berarti "bekerja bersama-sama", adalah nilai inti dalam budaya Indonesia yang mendorong kerjasama dan solidaritas dalam komunitas. Semangat ini tidak hanya mencerminkan kerja keras dan ketahanan, tetapi juga menunjukkan komitmen untuk membantu sesama warga dalam masa-masa sulit. Gotong royong bukan hanya slogan; ia telah tertanam dalam tatanan sosial dan digunakan sebagai prinsip penggerak dalam menghadapi tantangan bersama.
Saat bencana terjadi, kita dapat melihat bagaimana gotong royong terwujud dalam berbagai bentuk. Masyarakat berkumpul untuk membersihkan puing-puing, membangun kembali rumah, dan memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Mereka juga mendistribusikan makanan, pakaian, dan obat-obatan, bahkan jika sumber daya mereka terbatas. Gotong royong menjadi simbol persatuan dan solidaritas di tengah kesulitan, mengurangi ketergantungan pada bantuan eksternal dan menghadirkan rasa kepemilikan dalam proses pemulihan.
Secara akademis, gotong royong dapat dianggap sebagai bentuk modal sosial yang memiliki pengaruh positif terhadap ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana. Modal sosial ini mencakup jaringan, norma, dan kepercayaan yang memfasilitasi aksi kolektif. Dalam konteks bencana, modal sosial seperti ini berfungsi sebagai perekat sosial yang menghubungkan individu dan kelompok, memperkuat ikatan komunitas, dan meningkatkan efektivitas dalam merespons situasi darurat.
Semangat gotong royong juga memiliki dimensi kultural yang kuat. Ini mencerminkan nilai-nilai kolektif dan kecenderungan masyarakat Indonesia untuk menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Artinya, gotong royong dapat dilihat sebagai komponen vital dalam strategi pemulihan pascabencana dan memiliki peran serta kontribusi besar bagi stabilitas sosial secara keseluruhan.
Nilai Sosial yang Mengakar
Gotong royong adalah salah satu nilai inti dalam budaya Indonesia. Prinsip ini mengajarkan pentingnya bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama, dan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sejak zaman dahulu. Gotong royong tidak hanya menjadi solusi praktis untuk mengatasi berbagai tantangan, tetapi juga merupakan manifestasi dari solidaritas dan kebersamaan yang kuat di antara warga. Ketika bencana terjadi, semangat ini seharusnya muncul secara alami dalam bentuk kerja sama dan solidaritas antarwarga.
Orang-orang dari berbagai latar belakang bersatu untuk membantu satu sama lain, tanpa memandang suku, agama, atau status sosial. Mereka berkumpul untuk membersihkan puing-puing, membangun kembali rumah, dan mendistribusikan bantuan. Gotong royong menjadi jembatan yang menyatukan masyarakat dalam masa-masa sulit, memberikan mereka kekuatan untuk bangkit kembali. Selain itu, kolaborasi ini juga memungkinkan pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien dan efektif dalam upaya pemulihan.
Semangat gotong royong ini tidak hanya mempercepat proses pemulihan, tetapi juga memperkuat ikatan sosial antarwarga. Dalam menghadapi bencana, kebersamaan dan saling mendukung menjadi fondasi yang kokoh untuk membangun kembali kehidupan yang lebih baik. Melalui gotong royong, masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa dalam menghadapi kesulitan, kebersamaan dan solidaritas mampu mengatasi tantangan yang paling berat sekalipun. Nilai ini dipandang harus tetap hidup agar menginspirasi generasi berikutnya untuk terus melestarikan tradisi gotong royong, memastikan bahwa nilai ini merupakan warisan peradaban yang tetap hidup dan relevan seiring perputaran zaman.
Mengurangi Ketergantungan pada Pemerintah
Salah satu masalah yang sering dihadapi saat bencana terjadi adalah keterbatasan sumber daya pemerintah. Dalam banyak kasus, bantuan dari pemerintah mungkin tidak cukup cepat atau memadai untuk memenuhi kebutuhan semua korban bencana. Kondisi ini menyebabkan masyarakat harus mencari cara alternatif untuk bertahan hidup dan memulihkan keadaan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mengembangkan kekuatan dan kemandirian dalam menghadapi bencana.
Gotong royong memungkinkan masyarakat untuk mengurangi ketergantungan pada pemerintah. Dengan bekerja sama, mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, air, dan tempat tinggal sementara, sembari menunggu bantuan dari luar. Kerjasama ini tidak hanya menyediakan solusi praktis untuk masalah langsung, tetapi juga memperkuat rasa solidaritas dan kebersamaan di antara warga. Dengan bergotong royong, masyarakat dapat merespons bencana dengan lebih cepat dan efisien, mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul akibat keterlambatan bantuan resmi.
Selain itu, gotong royong memberikan rasa kontrol dan memberdayakan masyarakat untuk mengambil tindakan yang berarti dalam situasi sulit. Masyarakat yang terlibat aktif dalam proses pemulihan, cenderung merasa lebih optimis dan resilient. Mereka menjadi lebih siap menghadapi tantangan di masa depan, karena pengalaman bekerja bersama dalam keadaan darurat memperkuat kemampuan mereka untuk bertindak secara kolektif. Hal ini menunjukkan bahwa gotong royong tidak hanya membantu dalam jangka pendek, tetapi juga membangun fondasi yang lebih kuat untuk ketahanan masyarakat di masa depan.
Nilai Religius dan Gotong Royong
Selain nilai sosial, gotong royong juga memiliki dasar religius yang kuat. Islam sebagai agama yang dominan dianut oleh masyarakat Indonesia sangat mendorong umatnya untuk membantu sesama dan berbuat baik. Dalam ajaran Islam, terdapat ayat-ayat yang mendorong sikap saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, seperti "saling tolong-menolonglah kamu dalam hal kebaikan dan ketakwaan," serta "berlomba-lombalah dalam mengerjakan kebaikan." Ajaran-ajaran ini menumbuhkan rasa tanggung jawab bagi umat Muslim untuk berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong sesuai dengan kemampuan masing-masing ketika ada peluang untuk berbuat baik.
Dalam konteks bencana, nilai-nilai religius ini mendorong masyarakat untuk membantu tanpa pamrih. Mereka memahami bahwa membantu sesama adalah bentuk ibadah dan cara untuk mendapatkan berkah. Ketika bencana terjadi, banyak komunitas agama secara sukarela mengorganisir bantuan dan menjadi motor penggerak dalam usaha gotong royong. Tindakan ini bukan hanya didorong oleh keinginan untuk meringankan beban sesama, tetapi juga sebagai wujud pengamalan ajaran agama yang mendorong solidaritas dan kebersamaan.
Membangun Kembali dengan Semangat Bersama
Pada akhirnya, gotong royong adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dampak musibah. Dengan bekerja bersama, masyarakat dapat memulihkan diri dari bencana dengan cepat dan kuat. Kerja sama ini tidak hanya mempercepat proses pemulihan tetapi juga memperkuat struktur sosial di antara anggota masyarakat. Ketika setiap individu berkontribusi, tak hanya beban menjadi lebih ringan, tetapi juga tercipta rasa kebersamaan yang lebih dalam. Kebersamaan ini menjadikan komunitas lebih tangguh dan siap menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Gotong royong bukan hanya sekedar bantuan dalam situasi darurat, tetapi juga merupakan fondasi untuk membangun masyarakat yang lebih kuat dan lebih bersatu. Melalui partisipasi aktif dalam kegiatan bersama, kita belajar untuk saling memahami dan mendukung satu sama lain. Nilai-nilai sosial yang ditanamkan melalui gotong royong menciptakan hubungan yang harmonis dan kohesif di dalam komunitas. Selain itu, kerjasama ini mengajarkan pentingnya solidaritas, di mana setiap orang merasakan tanggung jawab untuk kesejahteraan bersama.
Melalui gotong royong, kita juga dapat menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua orang, terutama pada saat-saat mereka paling membutuhkannya. Nilai-nilai religius yang sering menjadi landasan gotong royong mengingatkan kita akan pentingnya saling tolong-menolong dan berbuat baik tanpa mengharapkan imbalan. Dengan demikian, gotong royong tidak hanya memperkuat masyarakat dari segi fisik tetapi juga dari segi moral dan spiritual. Dengan semangat kebersamaan ini, kita mampu membangun kembali dan terus memperbaiki kualitas hidup bersama-sama.
Terintegrasi, Optimalisasi Dampak Gotong Royong
Semangat yang menggebu untuk ikut berpartisipasi mengatasi dampak bencana, terutama dalam bentuk sumbangan atau sedekah, sering kali terlihat dalam berbagai bentuk. Mulai dari bahan kebutuhan pokok, pakaian baru maupun bekas, hingga uang yang disalurkan secara langsung ke lokasi bencana kepada warga terdampak atau melalui pemerintah setempat. Jumlah bantuan yang terkumpul biasanya cukup besar, namun setelah beberapa hari bencana berlalu, bantuan sering kali berhenti, dan dampak dari bantuan yang terkumpul secara gotong royong tersebut seakan tidak berbekas. Salah satu penyebab utamanya adalah jenis bantuan yang hampir seragam. Jangankan kelompok kecil masyarakat tertentu, bahkan organisasi besar seperti Muhammadiyah pun hadir dengan bantuan yang seragam, seperti sembako atau bahan makanan, pakaian, dan sejumlah uang. Terlihat tidak ada koordinasi antar pengumpul bantuan tersebut.
Untuk itu, perlu ada koordinasi agar semangat gotong royong saat mengumpulkan sumbangan dapat menghasilkan sesuatu yang lebih maksimal. Koordinasi dengan berbagai pihak, terutama pemerintah di daerah terdampak, sangat penting untuk mengetahui data jenis kerugian dan jumlahnya. Contoh yang relevan adalah musibah galodo, erupsi Gunung Merapi, dan banjir lahar dingin di Sumatera Barat beberapa waktu lalu. Jika Muhammadiyah se-Sumatera Barat berkoordinasi dan melakukan pemetaan serta membagi jenis bantuan dari masing-masing daerah, hasilnya bisa lebih optimal.
Misalnya, Padang Panjang, Bukittinggi, dan Agam bertanggung jawab menyediakan kebutuhan makanan pokok dan air bersih; Payakumbuh, Limapuluh Kota, Tanah Datar, dan Pariaman mengkhususkan bantuannya pada bahan bangunan; Kota Pariaman dan Padang Pariaman menyediakan upah tukang; sedangkan Kota Padang dan Pesisir Selatan mengirimkan bantuan untuk membuka kembali lahan pertanian yang terdampak musibah. Dengan demikian, bantuan yang diterima oleh warga terdampak musibah akan tersalurkan dengan lebih baik dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat secara lebih spesifik.
Ini hanya sekelumit contoh, namun jika dikelola dengan profesional melalui koordinasi yang terukur, hasilnya akan sangat bermanfaat dan dampaknya terasa lebih besar. Koordinasi yang baik tidak hanya memastikan bantuan yang lebih tepat sasaran, tetapi juga meminimalkan duplikasi dan memastikan penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Dalam hal ini, semangat gotong royong yang telah tertanam kuat di masyarakat kita dapat memberikan hasil yang lebih signifikan dan berkelanjutan dalam membantu mereka yang terdampak bencana. (*)