Pilkada Serentak, Parpol Menunggu Hasil Survei Internal. Publik Bebas Menilai

Ilustrasi survei politik dan pandangan publik


Opini, SagoNews.com - Kendati suhu politik sudah memanas, antar bakal calon saling sikut dan tuding kehebatan, kemenangan dan ada yang berani membuka aib lawannya. Namun sejatinya pencalanon masih lama, sekitar 3 bulan lagi.

Bulan Juni nanti, pada  batas waktu pencalonan akan terlihat kepastian siapa pasangan calon bupati dan wakilnya yang akan diusung partai koalisi. Sekarang ini, dihimpun dari beberapa relis Dewan Pengurus Pusat (DPP) beberapa partai semuanya berkata akan menunggu hasil survei internal partai.

Hari ini relis yang penulis terima dari DPP Nasdem juga menyatakan demikian, sebelumnya relis dari DPP PKS, PPP dan PDIP juga mengatakan hal yang sama. Namun adalah kewajaran jika tim sukses (timses) atau relawan saling bersorak dan mengumbar hasil survei, padahal bukan dilakukan oleh lembaga yang ditunjuk internal partai.

Adalah kenaifan, jika ada timses yang mengatakan ada lembaga survei yang secara suka rela dan hanya mensurvei kandidat - kandidat yang sudah mempunyai partai. Buka begitu jalannya, sebelum pencalonan di KPU ini belum ada bakal calon yang pasti memiliki partai. Karena partai sesungguhnya adalah milik rakyat.

Sesuai azas demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Wadahnya partai politik yang diurus oleh tokoh - tokoh besar peduli bangsa. Timses seharusnya dapat menjaga marwah kandidat yang diusung. Publik hari ini sudah pintar menilai, matanya sudah terbuka lebar melalui layar ponsel dan kuota internet 4G.

Di kampung - kampung juga begitu, publik bisa menilai siapa yang sering terlihat dan berbuat sesuai kapasitasnya. Masyarakat Indonesia sejatinya lebih mengerti politik daripada mereka yang bernama timses. Karena budaya masyarakat Indonesia adalah budaya harga - menghargai, hormat - menghormati bukan budaya pemaksaan pada salah satu calon yang tidak mereka inginkan.

Budaya menghargai orang lain itu telah menuntun masyarakat menjadi pakar politik tersendiri, mereka sudah bisa melihat perbuatan setiap kandidat pada kapasitasnya. Ada hal besar yang dilihat masyarakat pada seorang calon, yaitu konsisten atau istiqamahnya.

Jika kandidat itu pengusaha, ulama dan sebagainya maka masyarakat akan melihat bagaimana ia menjalankan usahanya, menjalankan dakwahnya,  konsisten atau tidak?

Jika kandidat itu seorang birokrasi, maka publik juga bisa melihat kinerjanya. Jika seorang politisi maka publik melihat apa yang telah dikerjakannya.

Dan jika kandidat itu adalah seorang petahana atau incumbent, maka publik akan melihat perbuatannya dari awal menjabat hingga akan berakhir masa jabatan. 

Publik merekam, alat rekamannya tersebar dari mulut ke mulut. Jika publik sudah melihat satu kesalahan, maka akan cepat beredar dan sangat susah diperbaiki. Benarlah kata Mohammad Hatta, kurang pintar dapat diperbaiki dengan belajar, tapi kurang jujur itu susah diperbaiki.

Lantas dalam menghadapi Pilkada serentak bulan September 2020 nanti, berikanlah kepercayaan publik untuk menilai calon pemimpin mereka secara penuh. Hak politik masyarakat tak boleh dikekang dan bahkan ada intimidasi. Setiap orang bebas memilih dan dipilih, kebebasan disini maksudnya adalah secara penuh hak itu diberikan. (Redaksi)