Keajaiban Urine Kelinci dalam Meningkatkan Hasil Panen Pertanian | Oleh Rizki Nia Sukri Nasution

Rizki Nia Sukri Nasution
Mahasiswa Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh


 

Pertanian adalah sumber fundamental dari kemakmuran. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan betapa pentingnya sektor pertanian di suatu negara, pasalnya pertanian merupakan hal yang harus tetap ada dan tidak boleh punah.  Karena hasil dari pertanian merupakan hal pokok yang harus dipenuhi untuk keberlanjutan hidup.  Indonesia merupakan negara agraris yang subur akan tanahnya, “tongkat kayu dan batu jadi tanaman“ itulah kata yang tepat untuk menggambarkan betapa suburnya tanah di Indonesia.

Namun, di era zaman sekarang pupuk bersubsidi menjadi salah satu kendala bagi petani dalam bercocok tanam.  Hal ini dapat dilihat dari harga pupuk yang begitu mahal seperti pupuk Urea, NPK, KCl yang harganya cukup mahal namun harus dipenuhi untuk meningkatkan produksi dari tanaman. 

Untuk memenuhi hal tersebut, ada alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah pemakaian pupuk bersubsidi, yaitu dengan memanfaatkan urine kelinci.  Urine kelinci dapat digunakan sebagai pupuk cair atau biasa disebut dengan POC.  Kelinci merupakan salah satu hewan yang biasa dipelihara atau diternakkan oleh orang yang senang akan hewan imut ini.  Akan tetapi, banyak yang belum mengetahui khasiat dari kotoran hewan ini, khususnya khasiat urine kelinci bagi tanaman.

Menurut Nurrohman (2014) yang dikutip Christina (2017), pupuk kandang seperti kotoran urine kelinci memiliki kandungan unsur N 2,72 %, P 1,1 %, K 0,5 %.  Kandungan ini lebih tinggi dari urine hewan lainnya seperti sapi, kuda, kerbau, domba, babi, dan ayam.  Menurut Melda (2017), pupuk kandang kelinci juga memiliki C/N : 10 - 12 % dan PH 6,47 - 7,5.  Sehingga POC ini sangat membantu dalam menyuburkan tanah.

Oleh karena itu, POC ini dapat menjadi substitusi dalam mengurangi penggunaan pupuk bersubsidi.  Kelinci dapat menghasilkan 2 liter urine dari 10 ekor kelinci, maka dalam mengumpulkan urine yang mencapai 20 - 50 liter dapat diperoleh dalam waktu kurang dari seminggu.  Sehingga tidak terlalu sulit dalam mengumpulkan urine dalam jumlah yang banyak.

Dalam proses fermentasi urine tidaklah memakan waktu yang terlalu lama.  Proses fermentasi POC dapat dilakukan dalam waktu 10 - 14 hari serta tidak membutuhkan biaya yang besar.  Dalam pembuatan POC ini hanya membutuhkan larutan molases serta em4.  Proses fermentasi juga tidaklah sulit, yaitu dengan mencampurkan urine kelinci, larutan molases serta em4, kemudian dilakukan pengadukan 1 jam perhari.  Jika bau dari urine kelinci telah hilang, maka POC sudah dapat kita gunakan atau aplikasikan terhadap tanaman.

Penggunaan POC terkadang menjadi masalah bagi petani yakni pada musim hujan, karna POC ini diaplikasikan dengan cara di semprotkan ke daun tanaman dengan konsentrasi 1 liter urine kelinci di campurkan 14 liter, sehingga pada musim penghujan ketika POC diberikan pada tanaman, hal yang di khawatirkan adalah POC tersebut tercuci oleh air hujan sebelum diserap oleh tanaman.  Namun, hal ini dapat diatasi dengan menyiram langsung ke tanah pada setiap tanaman, dengan konsentrasi 1 liter urine dicampurkan dengan ½ liter air.  Dengan demikian sebelum turunnya hujan akar tanaman dapat menyerap POC terlebih dahulu dan hal ini lebih efektif dilakukan di musim penghujan.

Untuk penggunaan POC ini, saya telah membuktikan kebenarannya dalam meningkatkan produksi panen, saya sendiri mengaplikasikannya pada tanaman jahe gajah panen muda selama 3 bulan pada mata kuliah Proyek Usaha Mandiri (PUM) di kampus Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.  Menggunakan POC, mampu mengurangi jumlah penggunaan pupuk Urea sebagai penyuplai unsur nitrogen, karena tanaman jahe gajah yang di panen dalam usia 3 bulan unsur nitrogen adalah unsur yang sangat dibutuhkan bagi tanaman jahe dalam memperbesar rimpang. 

Hal ini saya buktikan dengan membandingkan berat dari rimpang jahe tersebut dengan penggunaan teknologi lainnya.  Satu rumpun tanaman jahe dengan tunas 10 - 15 tunas berat rimpang yang dihasilkan mampu mencapai 250 - 380 gram untuk bobot berat rimpang bahkan mampu mencapai 400 gram.

Ini merupakan suatu inovasi terbaru dan layak kita gunakan dalam bertani.  Pupuk ini dapat mengurangi biaya sehingga dapat meningkatkan pendapatan.  Selain itu pupuk ini lebih sehat dibandingkan dengan pupuk bersubsidi, karena tidak memiliki kandungan kimia seperti pupuk bersubsidi.  Jika suatu limbah dapat kita manfaatkan terutama untuk memperkecil biaya pengeluaran dan memanfaatkan pendapatan mengapa kita tidak manfaatkan.