Politik Kampus, Antara Kekuasaan dan Cermin Perpolitikan Bangsa

Foto, doc : Jovey Nugraha


Oleh : Jovey Nuggraha (KETUM DEMA FUAD UIN SMDD BUKITTINGGI)

​Bagi sebagian orang, status mahasiswa merupakan status tertinggi dan dianggap sebagai seorang yang intelek. Bahkan, di suatu tempat tertentu, mahasiswa akan selalu dielu-elukan untuk menjadi agen perubahan negara dan bangsa ini.

Disamping itu tugas seorang mahasiswa tidak hanya sebagai agen perubahan, namun tugas mahasiswa juga erat kaitannya dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitunya: 1. Pendidikan dan Pengajaran, 2. Penelitian dan Pengembangan, 3. Pengabdian Kepada Masyarakat.

​Tepatnya dikampus, seorang mahasiswa tidak hanya menimba ilmu disana. Mahasiswa juga bisa mengembangkan bakatnya baik itu bakat Akademik maupun Non Akademik Lewat UKK/UKM dikampusnya. Tak terlepas juga bahwa di kampus mahasiswa dapat mengembangkan bakat-bakatnya baik dalam berorganisasi maupun dalam berpolitik. Pada tulisan ini, penulis tertarik untuk membahas perpolitikan mahasiswa dalam lingkup kampus.

​Sebelum masuk lebih jauh, tentu kita harus paham dahulu apa itu politik. Pengertian politik perlu dipahami oleh setiap orang. Pasalnya, politik adalah suatu fenomena yang berkaitan dengan manusia yang selalu hidup bermasyarakat. Konsep politik diterapkan di seluruh dunia. Politik biasanya berkaitan dengan pemerintahan. Istilah ini bisanya mengacu pada bagaimana cara negara diatur, serta cara pemerintah membuat aturan dan hukum. Politik juga bisa dilihat pada perusahaan, sekolah, dan organisasi. Politik merupakan konsep yang sudah diperkenalkan sejak zaman Yunani. Pencetus konsep politik adalah Plato dan Aristoteles. Inti dari politik adalah manusia dan tatanan hidupnya.

Pada saat sekarang ini, mahasiswa merupakan garda terdepan sebagai penyambung antara kelas bawah dan kelas atas. Dalam hal ini mahasiswa memiliki tiga komponen yang harusnya tidak diperbolehkan untuk lepas. Pengajaran, penelitian, dan pengabdian adalah trilogi yang wajib ada pada setiap insan mahasiswa. Terkhusus dalam hal pengabdian, mahasiswa hanya akan mendapatkan predikat sukses dalam pengabdiannya jika mereka telah dapat memadukan konsep pengajaran dan penelitian lewat sebuah pemahaman serta aplikasi sifat kepemimpinan yang baik. Kepemimpinan akan memupuk diri mahasiswa menjadi seorang individu yang mampu berkarya dan mempunyai pengaruh yang besar bagi kampus, masyarakat, dan bangsa.

Persoalannya sekarang ialah perpolitikan di kampus seakan-akan dinilai sebagai sebuah aktivitas yang sangat bersifat pragmatis dan apatis, serta hanya mengatasnamakan simbol golongan semata. 

Fakta ini terjadi hampir di seluruh elemen perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia. Masih banyak bahkan rata-rata mahasiswa mengartikan sebuah makna dari politik itu hanyalah bagaimana meraih kursi jabatan tanpa mengetahui nilai yang lebih urgent yang akan ditangggung dan direalisasikan. Ketika upaya mencapai kuasa menghalalkan segala cara merebak, terjadi de-institusionalisasi partisipasi yang melawan perubahan sosial menuju tatanan demokratis.

Fenomena tersebut memicu pelembagaan politik opurtunis yang bersumber pada spirit “tujuan menghalalkan segala cara” dan melawan semangat partisipasi menuju demokrasi. Sikap apatis dan pragmatis di tubuh mahasiswa seolah menggambarkan betapa buruknya citra sistem demokrasi yang kita tinggi-tinggikan hingga sekarang dan betapa buruknya citra politik di negeri ini. (*)